bisnis internet
bisnis online

Image Widget

Image Widget

PUSKESMAS SIDAMULIH

Separat existentie 2010 Unee MYT por scientie, musica, sport etc, litot Europa usa li sam Vocabular Lingues, differe solmen in li grammatica, li pronunciation. Delete this widget in Dashboard and add yours. This is just an example. Read More

Cari Blog Ini

Senin, 09 Agustus 2010


PENDAHULUAN
Datangnya Portugis dan Belanda ke Indonesia, selain untuk menjajah juga untuk
mengkristenkan umat Islam Indonesia. Kedua tujuan tersebut dilaksanakan dalam ruang
lingkup Perang Salib yang tidak pernah padam dalam dada umat Kristen Barat.
Kesimpulan ini berasal dari data yang tertera di bawah ini:
a. Th. Muller Kruger, guru besar Sekolah Tinggi Kristen di Jakarta, pernah menulis
antara lain:
Tentulah orang-orang Portugis ini bukan saja ingin untuk menemukan negeri-negeri
lain, melainkan mereka ingin pula menaklukkan negeri-negeri tersebut, serta mencari
kekayaan dunia. Tetapi tak dapat disangkal bahwa yang mendorong mereka ialah
"hasrat untuk mengkristenkan daerah-daerah yang ditemukan dan ditaklukannya itu".
Tiada percuma pada layar-layar kapal mereka tertera "tanda salib". Mereka hendak
menenamkan salib di tengah-tengah bangsa kafir, bahkan dapat juga dikatakan bahwa
merupakan semacam "perang salib" apa yang mereka lakukan. Perang Salib yang
penghabisan tidak mengikuti lagi jalan-jalan yang semula. Sekarang "musuh Islam" ini
diserang dari belakang; maksudnya untuk memotong dari sumber penghidupannya.
Penyebaran Injil sudah menjadi tujuan yang utama, bukannya sebagai pekerjaan
sambil lalu saja, sebagaimana halnya dengan usaha-usaha bangsa Belanda dan
Inggris kemudiannya.1
b. d'Albuquerque, komandan Portugis tatkala menaklukkan Malaka pada tahun 1511,
yang pada saat itu dikuasai oleh kerajaan Islam, Sultan Mahmud Syah. Setelah
[top]
membakar semua kapal-kapal umat Islam, d'Albuquerque berpidato di depan
pasukannya, antara lain:
Jasa yang akan kita berikan pada Tuhan dengan mengusir orang Moor (Islam Arab)
dari negeri ini, adalah memadamkan api dari agama Muhammad, sehingga api itu
tidak akan menyebar lagi sesudah ini saya yakin benar, jika kita rampas perdagangan
Malaka ini dan mereka (umat Islam) Kairo dan Mekah akan hancur.2
Karena misi utama kedatangan Portugis dan Belanda ke Indonesia untuk melanjutkan
perang salib terhadap umat Islam Indonesia, maka perlawanan umat Islam seperti
Perang Padri, Perang Jawa, Perang Banjar, Perang Aceh, dan lain-lain adalah PERANG
SABIL, dimana panji-panji Islam menjadi lambang perjuangan. Demikian ungkap W.F.
Wartheim
Bogor, 5 Jumadil Awal 1420 H / 20 Agustus 1999 M
Catatan kaki:
1Th. Muller Kruger, Sejarah Gereja di Indonesia; BPK, Jakarta, 1959, hal. 18-19.
2Hamid Algadri; C. Snouck Hugronye, Politik Belanda Terhadap Islam dan Arab; Sinar
Harapan, Jakarta, 1984, hal. 76-77.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
PERANG MALUKU
Konfrontasi umat Islam dengan penjajah Portugis-Kristen tidak hanya terjadi di Jawa
dan Sumatera, tetapi juga terjadi di Maluku.Seperti telah diungkapkan di muka bahwa
kedatangan Portugis ke Maluku bersamaan waktunya dengan kedatangan Spanyol yaitu
pada tahun 1521. Kedatangan Portugis Kristen ke Maluku, semula disambut baik oleh
kedua kesultanan Islam di Tidore di bawah pimpinan Sultan Mansur dan di Ternate di
bawah pimpinan Sultan Khairun.
Kedatangan Portugis-Kristen bukan saja bermaksud untuk memonopoli perdagangan
rempah-rempah seperti cengkeh dan pala, tetapi juga bertujuan untuk mengkristenkan
umat Islam Maluku. sebab pada tahun 1546 rombongan missi Kristen Katholik di
bawah pimpinan. propagandis terkenal Franciscus Xaverius telah turut terjun
mengkristenkan umat Islam di Maluku. Methoda yang dilakukan, bukan saja dengan
da'wah tetapi lebih banyak dengan jalan paksaan, melalui kekerasan militer dan senjata
sebagaimana dilakukan di Spanyol pada akhir abad-ke-15.
Perjanjian persahabatan dan dagang antara Sultan Khairun dengan gubernur Portugis-
Kristen de Mesquita yang ;di tanda-tangani pada tahun 1564, dianggap seolah-olah
Sultan Khairun itu di bawah jajahan Portugis-Kristen. Pada suatu kali Sultan Khairun
ditangkap oleh Gubernur de Mesquita dan dibawa ke Goa, pusat jajahan Portugis-
Kristen di Timur.
Dari Goa sultan di bawa ke portugal di Eropa. Di dalam pertemuan antara Raja Portugis
dengan Sultan Khairun berjalan tidak seimbang, sehingga keputusan yang diambil
sangat menguntungkan Portugis-Kristen. Persetujuan perjanjian yang diperbaharui itu
menyebutkan bahwa hak-hak sultan sebagaimana biasa diakui, tetapi Portugis-Kristen
berhak memonopoli perdagangan rempah-rempah di Ternate dan usaha misi KristenKatholik
untuk kristenisasi tidak boleh dihalang-halangi oleh sultan. Dan jika terjadi
perselisihan antara sultan dengan gubernur Portugis-Kristen, maka raja Portugislah yang
berhak menyelesaikannya.
Perjanjian yang sangat merugikan ini, mengakibatkan posisi kesultanan Ternate makin
terjepit, apalagi sultan-sultan Tidore, Jailolo (Gilolo) dan Bacan boleh dikatakan telah
kehilangan kekuasaannya. Tidore semenjak meninggalnya Sultan Mansur praktis telah
kehilangan kedaulatan; Sultan Bacan telah dipaksa memeluk agama Kristen dan Jailolo
telah sepenuhnya dikuasai Portugis-Kristen. Melihat kondisi seperti itu, tinggal Sultan
Khairun masih berdiri tegak menghadapi penjajah Portugis-Kristen.
Baru saja satu tahun perjanjian Sultan Khairun dengan Raja Portugis-Kristen berjalan,
ternyata Gubernur de Mesquita sebagai pelaksana perjanjian itu telah menganggap
bahwa kesultanan Ternate sebagai daerah jajahannya saja. Akhirnya Sultan Khairun
kehilangan kesabarannya dan membatalkan secara sepihak perjanjian tersebut serta
sekaligus menyatakan perang kepada Portugis-Kristen. Keputusan ini dilanjutkan
dengan tindakan militer yaitu pasukan tentera Islam diperintahkan mengusir semua
orang Kristen, baik Portugis maupun penduduk asli, dari kekuasaan Sultan Ternate.
Pelaksanaan perintah ini menimbulkan pertempuran, yang mengakibatkan beratus-ratus
missionaris dan umat Kristen mati terbunuh dan beribu-ribu orang Kristen yang sempat
melarikan diri ke Ambon dan Mindanao.
Peristiwa ini menimbulkan kemarahan Gubernur de Mesquita dan pimpinan missionaris,
sehingga cepat-cepat meminta bantuan dari Malaka dan Goa. Datangnya tentara
Portugis-Kristen dari Malaka dan Goa, tidak menyebabkan pasukan tentera Islam di
bawah pimpinan Sultan Khairun menjadi gentar, bahkan menumbuhkan semangat untuk
mati syahid di medan pertempuran, pertempuran yang gagah-perkasa dari pasukan
tentara Islam Ternate ini, mengakibatkan kerugian yang besar bagi pasukan tentara
Portugis-Kristen. Oleh karena itu Portugis-Kristen yang licik ini, cepat-cepat mengajak
damai.
Ajakan damai diterima oleh Sultan Khairun dengan syarat bahwa semua pemeluk
Kristen harus keluar dari Ternate sekaligus dan tidak boleh ada lagi kegiatan
Kristenisasi di Ternate. Perjanjian perdamaian dan persahabatan ditanda-tangani lagi
antara Sultan Khairun dengan Gubernur de Masquita, dengan masing-masing
memegang Kitab Suci, A1 Qur'an bagi Sultan Khairun dan Injil bagi Gubernur de
Masquita. Kemudian atas inisiatif Gubernur de Masquita akan diselenggarakan resepsi
peresmian perjanjian perdamaian itu di kediaman gubernur sendiri.
Di saat resepsi berlangsung, di mana Sultan Khairun dengan rombongannya duduk
berhadap-hadapan dengan gubernur de Masquita, tiba-tiba seorang pengawal dari
tentara Portugis-Kristen telah menikam Sultan dari belakang, akibatnya terjadi
perkelahian berdarah, sehingga sultan dan sebagian dari rombongannya meninggal
dunia, hanya sebagian kecil yang dapat menyelamatkan diri dan pulang ke Ternate.
Pengkhianatan ini terjadi pada 28 Februari 1570.
Peristiwa ini sepenuhnya dilaporkan kepada Pangeran Babullah, putera Sultan Khairun,
di Ternate. Pengkhianatan keji Portugis-Kristen ini menimbulkan amarah umat Islam di
Ternate, dan secepat mungkin mengangkat Pangeran Babullah menjadi Sultan Ternate
menggantikan ayahnya. Dalam pelantikan Sultan Babullah menyentakkan pedang
pusaka ayahnya dan meminta sumpah-setia dari rakyatnya untuk berperang dengan
Portugis-Kristen, sampai Portugis-Kristen terusir dari Ternate dan tuntutan bela atas
[top]
kematian ayahnya terlaksana, semua rakyat yang hadir dalam upacara pelantikan sultan
ini, menyatakan kesetiaannya dengan Penuh ruhul jihad dan mati syahid.
Pasukan tentara Islam dibawah pimpinan Sultan Babullah sendiri bergerak menuju
kedua jurusan: satu pasukan tentara Islam dikirim untuk menghancurkan benteng
pertahanan Portugis-Kristen di Ternete dan satu pasukan tentara Islam lainnya
ditugaskan untuk menghancurkan benteng Portugis-Kristen di Ambon. Raja Bacan yang
telah menjadi pemeluk Kristen sepenuhnya memberi bantuan kepada Portugis-Kristen,
sedangkan Sultan Tidore menyokong tentara Islam Ternate.
Pertempuran dahsyat tak terhindar, sehingga korban di kedua belah-pihak banyak yang
berguguran. Berkat semangat mati syahid yang dimiliki oleh pasukan Sultan Ternate,
maka akhirnya benteng pertahanan Portugis Kristen di Ambon berhasil dibakar,
sehingga hanya sebagian kecil pasukan Portugis-Kristen dapat menyelamatkan diri dan
terus ke Malaka. Tinggallah para pemeluk Kristen di Ambon menjadi panik dan cemas,
khawatir disembelih oleh tentara Islam Ternate. Tetapi begitu pasukan tentara Islam
tiba, dengan tegas mereka menyatakan bahwa umat Kristen Ambon akan diampuni dan
tidak akan dipaksa masuk agama Islam, asal mengakui tunduk kepada kekuasaan Sultan
Babullah. Yang dikejar dan harus dibunuh adalah penjajah Portugis-Kristen sebagai
pengkhianat yang keji.
Walau benteng pertahanan Portugis-Kristen Ambon telah ditaklukkan, tetapi benteng
pertahanan Portugis-Kristen di Ternate sendiri masih mampu bertahan selama lima
tahun lamanya. Benteng pertahanan Portugis-Kristen di Ternate yang terkurung selama
lima tahun lamanya dan bantuan dari tentara Portugis-Kristen yang didatangkan dari
Malaka dan Goa tidak mampu menembus blokade pasukan Sultan Ternate, akibatnya
timbul kelaparan dan penyakit yang melanda pasukan Portugis-Kristen yang terkurung
itu. Dan alternatif satu-satunya tidak lain adalah menyerah kalah kepada tentara Islam
Ternate.
Mendengar penderitaan dan kesengsaraan yang diderita oleh tentara Portugis-Kristen di
dalam benteng yang terkurung itu maka Sultan Babullah mengirim utusannya kepada
mereka yang terkurung di dalam benteng untuk menerima usul Sultan. Isi usul atau
tawaran Sultan itu antara lain berbunyi: "Apabila orang-orang Portugis mau mengakui
kekalahannya dalam 24 jam ini, Sultan bersedia memberi izin tentara Portugis-Kristen
meninggalkan benteng itu dengan senjatanya sekaligus dan terus berangkat ke Malaka
atau tempat lain. Bahkan jika bangsa Portugis-Kristen bersedia menyerahkan hiduphidup
Gubernur de Masquita ke tangan Sultan, untuk menjalankan hukum "qishas",
maka sultan bersedia untuk melakukan perjanjian persahabatan kembali dengan
Portugis-Kristen, dengan tidak mengurangi kedaulatan Sultan Ternate atas negeri dan
rakyatnya.
Akhirnya pada akhir tahun 1575 tentara Portugis-Kristen menyerah kepada Sultan
Babullah, dan berkibarlah bendera pemerintahan Islam di benteng tersebut untuk
selama-lamanya, menggantikan bendera Portugis-Kristen.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
PERANG MAKASSAR
Apabila suasana yang agak tenang setelah "perang laut" dipergunakan oleh Sultan
Agung Mataram untuk menaklukkan Giri, maka Belanda menggunakan suasana ini
untuk menaklukkan Kesultanan Hasanuddin di Makasar. Konfrontasi antara kekuasaan
Hasanuddin dengan Belanda telah berjalan agak lama, yaitu sejak Hasanuddin mampu
menyatukan semua sultan-sultan Makasar dan Bugis di bawah satu panji-panji Islam.
Kesatuan ini menumbuhkan kekuatan yang dapat menyaingi kekuatan Belanda di laut
Jawa dan bahkan di laut Maluku dalam perdagangan rempah-rempah.
Konfrontasi Belanda-Hasanuddin menyulut perang terbuka di antara kedua kekuatan
tersebut. Pada tahun 1633, Belanda mengepung pelabuhan Makasar dengan jalan
blokade dan sabotase, tetapi sia-sia. Sebab kekuatan pasukan Sultan Hasanuddin mampu
mendobrak blokade itu dan mematahkan semua sabotase yang dilakukan Belanda.
Kegagalan ini mendorong pihak Belanda mengadakan damai dengan Sultan.
Kemudian pada tahnn 1654 sekali lagi Belanda-Kristen mengerahkan armadanya yang
besar untuk menyerang Makasar. Pertempuran berkobar dengan dahsyat, tetapi berkat
keberanian tentara Islam Hasanuddin berhasil memukul mundur dan memporakperandakan
armada Belanda-Kristen. Dan untuk kesekian kalinya Belanda mengajak
damai dengan Sultan.
Dari kegagalan penyerangan yang kedua ini, Belanda mempelajari dengan sungguhsungguh
tentang kondisi psikologis dan politik Kesultanan Hasanuddin. Akhirnya
didapatkan bahwa kekuasaan Sultan Hasanuddin Makasar sangat tidak disenangi oleh
sultan-sultan bawahannya dari Bugis. Ketidak-senangan ini dipergunakan sebaikbaiknya
oleh Belanda dengan jalan mengundang Aru Palaka, Sultan Bugis di Bone
untuk datang ke Batavia dalam rangka kerjasama, politik dan militer. Pertemuan antara
Aru Palaka dengan Gubernur Jenderal Brouwer menghasilkan perjanjian kerjasama
politik-militer, yaitu Aru Palaka dan Belanda akan bersama-sama menyerang Makasar;
dan jika serangan ini berhasil mengalahkan Makasar, maka Aru Palaka akan diangkat
menjadi Sultan Bugis di Bone secara penuh dan bersahabat hanya dengan Belanda.
Pada tahun 1666 armada laut Belanda yang berkekuatan 20 buah kapal dengan prajurit
600 orang, dibawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman menyerang pasukan
Makasar dari laut dan pasukan Aru Palaka Bone yang dipersenjatai oleh Belanda
menyerang dari arah darat melalui Sopeng. Menghadapi serangan dari dua jurusan
pasukan Sultan Hasanuddin bertekad bulat untuk mati syahid, mempertahankan Islam
dan kehormatan kaum muslimin. Pertempuran dahsyat terjadi, perang tanding antara
pasukan Makasar dengan pasukan Aru Palaka berjalan sangat mengerikan dan pasukan
Belanda secara gencar menembakkan meriam-meriamnya dari laut, sehingga korban
berjatuhan tak terhingga banyaknya, terutama di pihak pasukan Makasar.
Dalam kondisi yang demikian, Sultan Hasanuddin mengundurkan pasukannya sambil
melakukan konsolidasi yang lebih baik. Setelah konsolidasi dilakukan, pertempuran
dimulai lagi dengan penuh semangat mati syahid. Tetapi karena kekuatan tak seimbang,
baik dalam bentuk jumlah pasukan maupun persenjataan, akhirnya pada tahun 1667
menyerahlah Sultan Hasanuddin. Penyerahan Sultan ini tertuang dalam "Perjanjian
Bongaya". Dalam isi perjanjian ini disebutkan bahwa daerah-daerah taklukan Sultan
Hasanuddin seperti Ternate, Sumbawa dan Buton kepada Belanda. Aru Palaka menjadi
Sultan di Bone dengan daerah yang lebih luas dan senantiasa dalam perlindungan
Belanda. Sedangkan Sultan Hasanuddin hanya memperoleh daerah Goa dan kota
Makasar saja.
Kekalahan Makasar ini, mengakibatkan banyak di antara para pejuang dan panglima
pasukan Sultan Hasanuddin ini yang berhijrah ke Jawa, seperti Kraeng Galesung dengan
pasukannya yang menggabungkan diri dengan Trunojoyo di Jawa Timur dan sebagian

1 komentar:

Fikri R Malik mengatakan...

saya ragu referensi saudara yang menyatakan bahwa Ternate adalah daerah kekuasaannya sultan Hasanuddin.yang benar adalah sultan Hasanuddin mencoba mengambil daerah dudukan Belanda yang dulunya milik Sultan Ternate. namun hal ini tidak kesampaian karena Sultan Hasanuddin telah ditaklukan Belanda. Akhirnya pada poin ke 17 perjanjian Bongaya Belanda meminta supaya Sultan Hasanuddin mengurungkan niatnya untuk menguasai daerah-daerah yang dulunya milik sultan Ternate.Isi dari poin ke 17 perjanjian Bongaya seperti berikut:
17. Bagi Sultan Ternate, semua orang yang telah diambil dari Kepulauan Sula harus dikembalikan bersama dengan meriam dan senapan. Gowa harus melepaskan seluruh keinginannya menguasai kepulauan Selayar dan Pansiano (Muna), seluruh pantai timur Sulawesi dari Manado ke Pansiano, Banggai, dan Kepulauan Gapi dan tempat lainnya di pantai yang sama, dan negeri-negeri Mandar dan Manado, yang dulunya adalah milik raja Ternate.
mungkin itu sj yg bisa saya sharing disini chikar19@gmail.com

Posting Komentar

 

java scrip